1. Pendahuluan
Penjajahan Belanda terhadap tanah air kita selama kurang lebih 350 tahun menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan lahir dan bathin bagi bangsa Indonesia. Tidak heran bila terjadi pemberontakan demi pemberontakan yang di lakukan oleh semua daerah termasuk di Sumatera Selatan.
Termasuk dalam barisan pemberontak dari bumi Sriwijaya itu adalah H.Abd. Malik Bin Umar beserta para pengikutnya. Berhubungan aparat berwenang Belanda melakukan segala macam cara memadamkan api pemberontakan itu, maka mereka memutuskan untuk hijrah ke daerah-daerah yang lebih aman dengan menghilangkan semua identitas mereka, ada diantaranya yang hijrah ke Riau daratan dan lautan, Batavia, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, bahkan keluar Indonesia seperti Singapura dan Semenanjung Melayu. H.Abd Malik dan istrinya Hj. Rugaya ( nama cina: Lim Po Sin ) dan para pengikutnya hijrah ke Kalimantan Barat ( Borneo Barat ), dan mendarat di Sungai Kakap kab. Pontianak sekitar tahun 1850.
Selama menetap di Sui. Kakap beliau dan para pengikutnya mencari nafkah dengan mencari ikan, bertani, berkebun dan berdagang. Beliau dikaruniai putra dan putri yaitu: 1. H. Abd. Gani, 2. A. Rahad, 3. Siti Hajar, dan 4. Dayang Aisyah.
2. Ekspedisi mencari kawan baru
Putra H. Abd Malik dan H. Rugayah yang bernama A. Rahad lahir sekitar Tahun 1860 M di Sungai Kakap dengan para pengikutnya sekitar tahun 1883 melakukan Ekspedisi ke daerah-daerah aliran sungai di sekitar Sungai Kakap, mencari daerah-daerah baru yang kemungkinan bisa dibuka untuk tempat pemukiman, berkebun, bertani dll. Beliau dan rombongan kecil berhasil menemukan muara sungai yang cukup strategis yang kemudian disebut dengan KUALA SUNGAI PUNGGUR. Pada tahun 1883 itu juga dilakukan penebangan atau perambahan hutan sekitar kuala sungai Punggur dan sebelah daratnya di mulai di suatu tempat yang selanjutnya disebut KUALA SUNGAI PARANG. Kira-kira ke hulu beberapa puluh kilometer kiri-kanan sungai Punggur.
Diantara para pengikutnya terdapat seorang Tambi yang bernama Tambi Brongos yang berasal dari Madras India. Salah seorang anak Tambi Brongos yang bernama Tambi Muhammad kemudian dinikahkan oleh A. Rahad dengan adiknya yang bernama Siti Hajar. Dari nama Tambi Brongos ini sekarang kita kenal dengan nama suatu tempat didaerah PADU EMPAT yang namanya TANJUNG TAMBI.
Pada tahun 1885 di kala penebangan hutan hampir selesai, datanglah tiga orang bajak laut LANUN/SUKU BAJAU ke kampung yang baru dibuka ini menemui A. Rahad agar menyerahkan sebagian besar kawasan yang telah dibuka itu kepada mereka. Tentu saja hal itu tidak diterima oleh A. Rahad dan terjadilah perang tanding antara 1 melawan 3 orang dan akhirnya dimenangkan oleh A. Rahad, kemudian bajak laut itu bersumpah tidak akan mendatangi lagi kampung yang baru dibuka tersebut.
3. Pemberian nama kampung
Pada tahun 1886 dengan izin Allah SWT, pembukaan sebagian besar kampung telah rampung dan kampung yang baru telah dibuka A. Rahad beserta para pengikutnya itu harus di beri nama. Mengenai pemberian nama Punggur Kecil untuk kampung yang baru jadi tersebut terdapat beberapa versi antara lain nama Punggur di ambil dari istilah ranting rebah atau ranting mati, sejenis pohon yang munggur tidak berdaun dan tidak berdahan, beranting dan berdaun lagi tetapi tetap tegak tidak tumbang yang banyak terdapat sepanjang sungai dikawasan tersebut, versi lainnya ialah dari Alm. H. A. Rachman Yahya, mantan pejabat DEPPEN Kalbar dan A. Azis Yahya mantan Kepala Desa Punggur Besar (keduanya adalah cucu dari A.Rahad), bahwa nama Punggur diambil dari nama salah satu kampung atau desa di Sumatera selatan. Ternyata bahwa memang ada desa bernama Punggur yang telah menjadi kota kecamatan termasuk dalam daerah Tk. II Lampung Tengah. Nama kampung punggur ternyata terdapat pula di Riau tepatnya di kawasan Pulau Batam, nama yang diberikan oleh pembuka daerah tersebut yang berasal dari Sumatera Selatan, kawasan ini terkenal dengan daerah Telaga Punggur.
4. Perkembangan Kampung Punggur
Setelah penebangan hutan selesai dan bekas belantara itu berubah menjadi dataran yang subur, maka berdatanganlah suku-suku dan etnis ke kampung yang baru di buka ini yaitu Melayu, Bugis, Banjar, Cina, Madura, Dayak, dll, meminta izin kepada A. Rahad untuk membuka parit-parit di kiri dan kanan sungai Punggur dan pada saat itu pula mereka mengangkat A. Rahad menjadi kepala desa yang pertama kali yang pada saat itu disebut dengan MATOA.
Parit-parit yang dibuka itu ada yang mengambil nama dari para pembukanya atau dari nama-nama yang spesifik seperti nama tumbuh-tumbuhan yang banyak terdapat di sepanjang parit tersebut. Nama-nama Parit tersebut adalah:
1. Parit Berkat, dibuka oleh Berkat ( Bugis, Anak angkat A. Rahad ).
2. Parit Adipati ( NN ).
3. Parit Deraman bugis, dibuka oleh A, Rahman ( Bugis ).
4. Parit Parit Husin, di buka oleh Husin ( Bugis ).
5. Parit Maksum, dibuka oleh Maksum ( Melayu ), Keluarga A. Rahad.
6. Parit Ayah Toom, dibuka oleh Syahidal bin Kadam ( Banjar Keluak ).
7. Parit Rahmat, dibuka oleh Utih Rahmat (Melayu ), keluarga A. Rahad.
8. Parit Tembakol, dibuka oleh Tembakol ( Melayu ), Keluarga A. Rahad.
9. Parit Alang Umar, dibuka oleh Umar ( Melayu ).
10. Parit Berahim / Parit Cina, dibuka oleh Ciu Hak Lie bersaudara ( Cina )
11. Parit Nenas dibuka oleh Saat ( Banjar )
12. Parit Buluh dibuka oleh M. Akir ( Melayu )
13. Parit Sidik dibuka oleh Sidik ( Melayu ) keluarga A. Rahad
14. Parit Deraman Melayu dibuka oleh A. Rahman A. Rasyid ( Melayu ) keluarga A. Rahad
15. Parit Leban, dibuka oleh ( NN )
16. Parit Hasan seron, dibuka oleh Hasan seron ( Melayu )
17. Sungai Bemban, dibuka oleh Tambi Muhammad, anak dari Tambi Berongos
18. Parit Dungun, dibuka oleh Hasan bin Bayan
19. Parit Kasan, dibuka oleh Bujang ( Melayu )
20. Sungai Lemak, dibuka oleh Usman ( Datuk Pak Long Kadir )
21. Parit Sarim, dibuka oleh Sarim
22. Desa Suka Bumi, dibuka oleh H. Abd. Latif, keponakan A. Rahad.
5. Pamong Desa Punggur.
Pamong desa pada zaman penjajahan Belanda terdiri dari Matoa sebagai Kepala Kampung atau Kepala Desa, dibantu oleh Kepala-kepala Parit. Berhubung bertambah banyaknya penduduk dan semakin luasnya kawasan yang dibuka maka struktur Pamong Desa ditingkatkan menjadi Penggawa dan Matoa ( sebagai Sekretaris Desa ), di bantu oleh Kepala-kepala parit. Kemudian berdasarkan Undang-undang Negara, maka kemudian Pamong Desa terdiri dari Lurah atau Kepala Desa dan Sekretaris Desa. Mereka dibantu oleh Lembaga Non Pemerintah yaitu Kepala Dusun, Ketua RT dan Ketua RW.
Berturut-turut menjadi Pamong Desa Punggur Kecil ( sebelum Pecah Menjadi Punggur Kecil dan Punggur Besar ) :
5.1. MATOA : A. Rahad H. Abd. Malik th. 1886-1921 (meninggal dunia Th. 1921 ).
5.2. MATOA : Yahya bin A. Rahad Th. 1921-1926
5.3. MATOA : A. Rahman bin A. Rasyid Th. 1926-1928
5.4. MATOA : H. Jamudin (H. Jamalu, pemilik sampan lomba “Buaya“ sei. Belidak) Th.1928
5.5. MATOA : H.Abd. Majid bin H. Ismail Bone Th. 1928-1933
5.6. MATOA : Awi bin Thahir Th. 1933-1938
Berhubung kampung Punggur kecil sudah semakin luas kawasannya dan penduduknya semakin bertambah dan sebab-sebab lainnya, maka agar jalannya pemerintahan desa menjadi lancar dan efektif pada tahun 1938 oleh pemerintah kerajaan Kesultanan Pontianak Punggur Kecil dipecah menjadi dua yakni Punggur Kecil dan Punggur Besar, masing-masing oleh Bujang Bin Ahmad ( setelah menunaikan Ibadah haji dengan nama H. M. Nur bin Ahmad atau H. Bujang bin Ahmad ) sebagai penggawa Punggur Kecil dan Jali bin Lajim sebagai penggawa Punggur Besar. Sedangkan yang menjadi Matoa/kep. Kampung ( sekarang seketaris desa ) untuk kedua kampung tersebut di rangkap oleh H. Jauhari bin Haris, satu-satunya perangkat desa yang ”melek” huruf pada saat itu.